Khithbah atau peminangan dalam islam






Seseorang lelaki yang sudah berketetapan hati buat menikahi seseorang wanita, sebaiknya meminang perempuan tersebut kepada walinya.

Apabila seseorang lelaki mengenali perempuan yang bakal dipinangnya sudah terlebih dulu dipinang oleh lelaki lain dan juga pinangan itu diterima, hingga haram menurutnya meminang perempuan tersebut. karna Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat bersabda:

لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

“Tidak boleh seorang meminang perempuan yang sudah dipinang oleh saudaranya sampai saudaranya itu menikahi sang perempuan ataupun meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al - Bukhari no. 5144)

Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:

الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ

“Seorang mukmin merupakan kerabat untuk mukmin yang lain. hingga bukanlah halal menurutnya menawar benda yang sudah dibeli oleh saudaranya dan juga tidak halal pula menurutnya meminang perempuan yang sudah dipinang oleh saudaranya sampai saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”

Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana dapat jadi pihak perempuan memohon pembatalan pinangannya diakibatkan sang perempuan lebih menggemari peminang kedua. Akibatnya, terjalin permusuhan di antara sesama muslim dan juga pelanggaran hak. apabila peminang kesatu nyatanya ditolak ataupun peminang kesatu mengizinkan peminang kedua buat melamar sang wanita, ataupun peminang kesatu membatalkan pinangannya hingga boleh untuk peminang kedua buat maju. (Al - Mulakhkhash Al - Fiqhi, 2/282)

Setelah pinangan diterima pastinya terdapat kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad hendak dilangsungkan. tetapi tidak berarti sehabis peminangan tersebut, sang lelaki leluasa berduaan dan juga berhubungan dengan sang wanita. karna sepanjang belum akad keduanya senantiasa ajnabi, sampai - sampai janganlah seseorang muslim bermudah - mudahan dalam perihal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Jangankan duduk bicara berduaan, terlebih lagi ditemani mahram sang perempuan juga masih mampu mendatangkan fitnah. Karenanya, kala Asy - Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang seseorang lelaki yang sudah meminang seseorang wanita, setelah itu di hari - hari sehabis peminangan, dia biasa bertandang ke rumah sang wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram sang perempuan dalam kondisi sang perempuan mengenakan jilbab yang syar’i. Berbincanglah sang lelaki dengan sang wanita. tetapi pembicaraan mereka tidak keluar dari ulasan agama maupun teks Al - Qur`an. kemudian apa jawaban Syaikh rahimahullahu? dia nyatanya berfatwa, “Hal serupa itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena, perasaan laki - laki kalau perempuan yang duduk bersamanya sudah dipinangnya secara universal hendak membangkitkan syahwat. sedangkan bangkitnya syahwat kepada tidak hanya istri dan juga budak wanita yang dipunyai merupakan haram. suatu yang membawakan kepada keharaman, hukumnya haram pula.” (Fatawa Asy - Syaikh Muhammad Shalih Al - Utsaimin, 2/748)

Yang butuh dicermati oleh wali

Ketika wali sang perempuan dikunjungi oleh lelaki yang bakal meminang sang perempuan ataupun dia bakal menikahkan perempuan yang di dasar perwaliannya, sepatutnya dia memerhatikan masalah berikut ini:

- Memilihkan suami yang shalih dan juga bertakwa. apabila yang tiba kepadanya lelaki yang demikian dan juga sang perempuan yang di dasar perwaliannya pula menyetujui hingga sebaiknya dia menikahkannya karna Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Apabila tiba kepada kamu (para wali) seorang yang kamu ridhai agama dan juga akhlaknya (untuk meminang perempuan kalian) hingga sebaiknya kamu menikahkan orang tersebut dengan perempuan kalian. apabila kamu tidak melaksanakannya tentu hendak terjalin fitnah di bumi dan juga kehancuran yang besar.” (HR. At - Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al - Imam Al - Albani rahimahullahu dalam Al - Irwa` no. 1868, Ash - Shahihah no. 1022)

- Meminta komentar putrinya/wanita yang di dasar perwaliannya dan juga tidak boleh memaksanya.

Persetujuan seseorang wanita merupakan dengan diamnya karna lazimnya dia malu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan mengantarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ


“Tidak boleh seseorang janda dinikahkan sampai dia diajak musyawarah/dimintai komentar dan juga tidak boleh seseorang wanita dinikahkan hingga dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! gimana izinnya seseorang gadis?” “Izinnya dengan dia diam,” jawab beliau. (HR. Al - Bukhari no. 5136 dan juga Muslim no. 3458)

0 Response to " Khithbah atau peminangan dalam islam"

Posting Komentar

close